Berawal dari belajar di kelas-kelas yang diselenggarakan oleh Indscript Creative, Tarie Madinah berani menuliskan kisahnya dalam buku berjudul Kun Fayakun.
Sabtu, 24 Juni 2023 diskusi bisnis sekaligus launching buku Kun Fayakun dilakukan secara offline di Indscript Creative, sekaligus penerbit buku ini. Lestari Handayani yang lebih akrab disapa Tarie Madinah datang langsung dari Kota Yanbu, Madinah untuk mengenalkan bukunya.
Acara berlangsung dengan akrab dan hangat, seperti acara-acara offline lainnya yang kerap diselenggarakan Indscript. Teman-teman yang hadir saat itu beragam, mulai dari anggota IIDB (Ibu-Ibu Doyan Bisnis) Bandung, beberapa orang tetangga, juga beberapa bloger yang tertarik untuk meliput kegiatan tersebut.
Acaranya sendiri dimulai sekitar pukul 13.30 WIB dan berakhir pada pukul 16.30 WIB. Namun, sepertinya pertemuan itu tak cukup panjang karena terbukti setelah acara selesai, teman-teman masih merapat, bahkan makin mendekat agar bisa berbincang langsung dengan Tarie Madinah dan berbincang tentang bisnisnya, ya, bisnis perempuan.
Mengenal Tarie Madinah
Lahir di Kota Jember, Jawa Timur, Tarie kecil lahir dari sebuah keluarga pebisnis dan pekerja keras. Meski tidak lulus sekolah dasar Ibunda Mbak Tarie (di dalam buku disebut sebagai Umi) mampu menjalankan berbagai bisnis, salah satunya menjadi seorang penjual tempe.
Sejak duduk dibangku TK, Tarie sudah mulai membantu uminya berjualan. Dari pengalaman yang sudah terbentuk sejak kecil inilah yang membuat mentalnya sebagai pebinis menjadi terlatih.
Tak pernah ada kamus malu atau minder karena berjualan dan menawarkan barang dalam hidupnya.
Namun, karena tidak memahami dengan baik bagaimana menangani sebuah bisnis, akhirnya bisnis Uminya yang sudah menggurita pun bangkrut.
Di sinilah perjalanan hidup Tarie Madinah dimulai ...
Sebagai sulung dari enam adik perempuan, (satu adik meninggal di kandungan uminya) Tarie menjalani perjalanan hidupnya dengan tidak mudah, terlebih ketika kedua orang tuanya memutuskan untuk merantau setelah mengalami kebangkrutan dan meninggalkan utang ratusan juta rupiah.
Tidak hanya itu, mereka pun meninggalkan Tarie yang kala itu masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar beserta adik-adiknya yang dititipkan pada neneknya.
Di tengah kesulitan dan perekonomian yang berantakan,Tarie masih terus melanjutkan sekolah, tetapi sambil tak henti berjualan, bahkan nyaris tidak bisa menyelesaikan pendidikan SMA.
Selain itu, perempuan kelahiran 1976 ini juga tetap memiliki keinginan besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Baginya, ilmu adalah hal yang paling utama, meskipun tidak ada uang, bahkan tak sedikit yang nyinyir karena keinginannya untuk kuliah.
Keinginannya yang kuat untuk kuliah berhasil ditaklukkan. Dalam empat tahun saja, Tarie berhasil menjadi seorang sarjana. Kegiatan selama menjadi mahasiswa pun dijalaninya berbarengan dengan mencari uang karena memang itu yang harus dilakukannya agar pembayaran kuliah bisa terus berjalan dengan baik.
Pagi hari, Tarie akan bekerja di perusahaan kontraktor milik pamannya, kemudian dilanjutkan dengan bisnis MLM, dan malam harinya baru berangkat kuliah. Setiap hari, itu yang dilakukannya hingga akhirnya lulus kuliah dengan nilai yang terbaik.
Sekilas tentang Buku Kun Fayakun
Sedikit mereviu buku Kun Fayakun .
Kun Fayakun
(Atas izin Allah dan yakin. Tak ada yang tak mungkin! Perjuangan meraih asa dari titik nol).
Umi adalah role model bagi Tarie Madinah. Dalam darahnya mengalir deras darah pebisnis dari sang ibunda. Darinya pula, Tarie belajar banyak hal.
Buku Kun Fayakun sendiri merupakan sedikit kisah dari Tarie Madinah mengenai bisnisnya. Mulai dari jualan, menjadi karyawan dari satu perusahaan ke perusahaan lain, berbisnis dari satu bisnis ke bisnis lainnya, bahkan tak lepas dari jeratan rentenir.
Pertemuan dengan suaminyalah yang kemudian memintanya untuk berhenti berbisnis dan hanya fokus pada keluarga. Namun, saat anak sulungnya berusia satu tahun, Tarie tak tahan untuk kembali ke dunia yang dicintainya. Ya, atas seizin suami, Tarie pun diperbolehkan kembali berbisnis.
Namun, bisnis yang dijalaninya harus dimulai dari nol dan tidak boleh diutangkan. Itulah syarat dari sang suami yang harus dipatuhinya.
Bisnis demi bisnis dilakukannya, bahkan sang suami sempat memberikan tambahan modal melihat bisnis istrinya menggeliat.
Di tengah kemajuan bisnisnya, Tarie masih memiliki mindset yang salah tentang berutang. Inilah yang membuat bisnisnya mengalami kehancuran, seperti yang pernah terjadi pada uminya. Ya, Tarie pun memiliki utang dalam jumlah yang tidak sedikit.
Stres, sakit-sakitan membuat Tarie pun harus kehilangan bayi di dalam kandungannya, yang sejatinya hanya perlu menunggu satu minggu lagi melahirkan. Tarie juga sempat berpikir tidak ingin melanjutkan hidupnya.
Akan tetapi, nalarnya masih berjalan. Anak-anak adalah alasan terkuat, Tarie tidak melakukan perbuatan tersebut. Masih dengan utang yang menumpuk, Tarie meminta pada Sang Khalik agar bisa datang ke Mekah.
Bukan Tarie namanya jika menyerah.
Sebagai afirmasi, bahkan Tarie pun membeli gambar kabah dan memohon setiap saat agar Allah mengabulkan keinginannya. Tarie terus memantaskan diri agar siap ketika Allah panggil. Masih di tengah kekalutannya hingga akhirnya umrah pun berhasil dilakukannya.
Sepulangnya dari umrah, Tarie bangkit dengan bermuhasabah. Bersama dengan suami, mulai mengurai dan menyelesaikan utang demi utang.
Setelah perjalanan yang tidak mudah, sang suami akhirnya bisa diterima bekerja di Riyadh. Ya, inilah yang membuat Tarie bisa tinggal di Kota Yanbu, Madinah saat ini.
Diskusi Sekaligus Launching Buku Kun Fayakun
Sambil mendengarkan Mbak Tarie bercerita, aku terus melakukan update di Facebook pribadi mengenai kegiatan hari itu. Buku yang diedit oleh sahabatku, Hastin Pratiwi ini sudah bisa kamu dapatkan di sini.
Kisah Tarie Madinah yang ditulis dalam sebuah buku dengan jumlah halaman 200 ini, memperlihatkan bagaimana perjuangannya hidup. Tak sedikit cerita yang membuat para peserta yang hadir sore itu berlinang air mata.
Beberapa juga mengatakan, apa yang dilalui Tarie Madinah serupa dengan kisahnya. Nyatanya, kita tidak sendiri, ya, kawan!
Tarie Madinah membuktikan bahwa memiliki ilmu, kemudian dekat dengan Sang Pencipta adalah yang terbaik. Menurutnya ikhtiar itu 40% saja, sisanya 60% dekatlah dengan Allah.
Mbak Tarie sendiri mengatakan bahwa di dalam buku tersebut hanyalah berkisah mengenai bisnisnya. Inilah yang kemudian membuka tanya jawab dan sedikit diskusi bisnis dilakukan.
Tak luput, Teh Indari Mastuti selaku founder Indcript Creative sekaligus pembawa acara melontarkan berkali-kali inilah pentingnya women support women (perempuan dukung perempuan) bahwa apa yang dilalui Tarie Madinah bisa menjadi pembelajaran untuk perempuan lain agar tidak menyerah dengan keadaan, tetapi bangkit dan berlari.
Menghabiskan hari itu selama hampir empat jam nyatanya tidak membosankan, bahkan seperti kubilang di awal, ini cenderung kurang. Pertemuan diwarnai dengan icip-icip oleh-oleh yang dibawa Mbak Tarie, mulai dari kurma sukari dan ajwa yang lezat, cokelat-cokelat, hingga parfum, juga gantungan kunci.
Untuk kamu yang ingin lebih dekat dengan Tarie Madinah, juga bisa follow di akun Instagramnya dengan nama sama, @tarie_madinah.
Ah, aku lanjut baca bukunya, ya. Terima kasih sudah hadir di sini! Smoooch ...
Iiiihhh... ada namaku disebut. 🤗
ReplyDeleteMasya Allah ya buku ini. Aku pun pas ngedit jadi banyak belajar ilmu kehidupan dan ilmu bisnis dari Kun Fayakun. Beneran, deh, buku ini recommended untuk dibeli dan dibaca.
ahahahha...iyaaa,,,abis nyampe rumah baru inget, kenapa nggak beliin buatmu yaaa
Delete